Rabu, 09 Maret 2011

Upaya Menjelaskan Keteraturan (review Buku Perdue)

Buku Perdue disusun atas bagian-bagian yang menjelaskan tiga paradigma pokok dalam perkembangan sosiologi, yaitu paradigma (dalam pengertian lebih luas) keteraturan, pluralis dan konflik. Paradigma keteraturan berupaya menjawab apa yang membuat suatu masyarakat hidup atau berjalan. Paper ini hanya membahas bab 5 sampai 8 yang berisi tentang fungsionalisme, politik keteraturan, sistematisme, dan positivisme modern.

Paradigma Fungsionalisme dan Keteraturan

Funsgionalisme pada intinya adalah kondisi dan relasi yang menghasilkan keberlanjutan dan kohesi, kesalinghubungan dan konsensus. Dalam konteks ini Perdue memasukkan teori interaksi sosial dan pembagian kerja Durkehim, masyarakat komunitas dan industrinya Ferdinand Tonnies, serta teori anomie dari Robert K. Merton. Cara pandang fungsionalisme yang diawali oleh E Durkheim merupakan peletak dasar dan telah berperan penting dalam perkembangan ilmu sosiologi. Fungsionalisme memandang nilai dan norma sebagai landasan masyarakat, dan perhatian pada keteraturan sosial. Perhatian utama dari fungsionalisme ialah struktur sosial dan institusi masyarakat dalam pengertian luas, serta hubungannya dan pengaruhnya terhadap individu.

Pandangan ini bertolak dari positivisme yang memandang masyarakat melalui sejumlah variabel-variabel bebas yang dapat dijelaskan, terukur, dapat dipisah-pisahkan, dan dikombinasikan. Disini, diasumsikan pada dasarnya manusia itu egois sehingga perlu kontrol dan pengaturan atasnya. Pengaturan tersebut terdapat pada kesadaran bersama (collective consciousness). Kepentingan keseluruhan masyarakat jauh lebih penting dari kepentingan masing-masing individu. Ini ditanamkan kepada setiap individu dalam komunitas, semenjak ia kecil. Diyakini, jika tanpa pengaturan ini, maka dikuatirkan kepentingan-kepentingan pribadi individu akan mengurangi hak-hak komunitas. Anggapannya, manusia cenderung bersifat individualis, suka bersaing dan secara alamiah memiliki bakat, potensi dan kemampuan beradaptasi dengan keadaan.

Dalam penjelasan Durkheim, khususnya pada division of labour, pebedaan peran adalah hal positif sehingga akan terjalin kesalinghubungan dan resiprositas. Ada collective force dalam masyarakat, dan integrasi sosial tergantung kepada keefektifian tekanan normatif yang berjalan. Perubahan sosial semestinya tidak terjadi secara cepat, namun secara perlahan. Perubahan sosial akan mengancam kelangsungan solidaritas antar anggota dalam masyarakat.
Dalam Emile Durkheim anomi telah disebut sebagai fenomena keterasingan yang dialami individu dari lingkungan masyarakatnya. ini terjadi karena perubahan yang cepat pada status dan peran sosial sebagai akibat perubahan dan pembagian pekerjaan dalam masyarakat. Berbeda dengan Durkheim, Robert K. Merton lebih menelaah gejala anomi dalam hubungan antar individu dengan struktur sosial. Anomi tumbuh karena rusaknya sistem nilai budaya, ketika seorang individu dengan kapasitasnya yang ditentukan struktur sosial tiba-tiba kehilangan kemampuan mengendalikan tindakannya dengan norma-norma dan tujuan budaya. Anomi terjadi bila struktur budaya tidak berjalan seiring dan didukung struktur sosial yang berlaku.

Penjelasan Merton berada pada level yang lebih rendah (lower range), namun masih dengan asumsi pada integrasi sebagai sifat alamiah masyarakat. Menurutnya, deviasi akan meluas bila tekanan untuk sukses besar sementara alat yang ada terbatas. Menurut Perdue, penjelasan Merton ini tergolong sebagai over functionalism, tidak lagi fungsionalisme tradisional.
Masih dalam cara pandang yang relatif sama, Mosca, Pareto dan R Michels menguraikan teorinya tentang elit dan penguasa. Keberadaan elit dan penguasa dilihat lebih sebagai penjaga keteraturan dalam keseluruhan masyarakat. G Mosca dengan teorinya kelas penguasa (rulling class) melihat masyarakat sebagai sebuah struktur politik, yang secara alamiah merupakan refleksi dari hierarkhi. Masyarakat adalah representasi kekuasaan antara yang punya kekuasaan dan tidak.

Manusia-manusia super adalah elit yang meskipun berganti era pada hakekatnya berputar di antara mereka juga, yang merasa berhak memerintah masyarakatnya. Demikian inti teori Pareto tentang sirkulasi elit. Dalam teori ini setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yaitu sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah, dan sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Sirkulasi elit konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri maupun antar kelompok yang berbeda.
Sirkulasi elit pada hakekatnya tetap dalam konteks menjaga struktur yang lama. Eksistensi sekelompok elite ditentukan oleh sejauhmana ia mampu mempertahankan posisi dan pengaruhnya serta mengembangkannya dalam kondisi masyarakat yang dinamis. Saat kekuasaan dipegang oleh segelintir orang belaka, kondisi ini disebut pemerintahan yang oligarkhi. Sistem ini muncul pada pemerintahan monarki, aristokratik, bahkan di era demokratis (dalam kondisi khusus).

Oligarki adalah sistem perpolitikan yang sederhana dan homogen, dimana kekuasaan dipegang segelintir orang (elit), menerapkan pola komando, tanpa partisipasi, negosiasi, dan kompromi. Menurut hukum besi oligarki pada akhirnya kekuatan dan kepentingan elite lah yang akan menentukan, bukan massa atau anggota pendukung mereka. Tidak terjadi pembagian kekuasaan (power sharing) antara dua atau lebih kelompok elite. Tidak ada bagi-bagi kekuasaan, yang ada adalah penumpukan kekuasaan.

Paradigma Sistematisme dan Positivisme Modern

Teori sistem secara prinsip masih dalam konteks mendapatkan keseimbangan, kohesi dan integrasi, serta kesalinghubungan dan kesalingtergantungan dari bagian-bagian terhadap keseluruhan. Teori dan pemikiran Talcott Parsons tentang sistem sosial dan aksi sosial, serta masyarakat aktif dari Etzioni dimasukkan Perdue ke dalam kategori ini. Teori Sistem merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen yang saling berinteraksi dan berpengaruh.

Dalam konsep Parson, aktor tidak dilihat dari tindakan dan sudut pikirannya, tetapi dari status dan perannya dalam masyarakat. Ini merupakan bentuk penjelasan yang khas dari fungsionalisme. Dalam Teori Tindakan, individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu dari lingkungannya . Tindakan tersebut adalah tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atas sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat.

Jadi, yang utama bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Suatu sistem sosial, pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh berkembang tidak secara kebetulan, namun tumbuh dan berkembang di atas konsensus. Kehidupan sosial sebagai suatu sistem memerlukan ketergantungan yang berimbas pada kestabilan sosial.
Berada dalam tradisi teori sistem, Etzioni menyusun teorinya “Masyarakat aktif”. Masyarakat aktif adalah satu masyarakat yang ditandai oleh perubahan terus-menerus secara terarah. Dalam masyarakat aktif, kontrol mengarahkan kondisi yang lebih disukai dan penyempurnaan proses sedemikian rupa untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Terbentuknya konsensus merupakan wujud sebenarnya dari preferensi rakyat dan hasil dari partisipasi mereka dalam proses-proses sosial.

Terakhir, dalam bab positivisme modern, Pedue menyebutkan bahwa sebagai sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina mulai tahun 1920-an, filsafat harus mengikuti prosedur sains. Ini merupakan aliran yang membatasi fikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan. Ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas.
Positivisme modern disebut sebagai pohon dari sekumpulan pohon di hutan. Hutannya adalah positivisme. Ia tak hendak menggantikan positivisme. Satu bentuknya adalah neopositivisme atau juga disebut posistivisme logik. Jika positivisme berupaya menjawab bagaimana sebuah masyarakat berjalan, neo positivisme berupaya menjawab apa yang sharusnya dilakukan ilmu pengetahuan (science). Ia mengintegrasikan rasionalisme dan empirisme, memverifikasi melalui riset, lintas ilmu, dan berada pada level yang lebih rendah (lower range).

Salah satu derivasi dari pemikiran ini adalah penggunaan matematika dalam sosiologi. Pendekatan ini dalam upaya menemukan teori kausalitas yang baru (new causal theory). Contoh yang melakukannya adalah Peter Blau dan Duncan yang melakukan penelitian perubahan struktur pekerjaan antar generasi. Mereka menggunakan 5 variabel untuk menjelaskannya yaitu status pekerjaan responden saat ini, status pekerjaan pada awal berkerja, pendidikan, status pekerjaan ayahnya, serta pendidikan ayahnya.

Teori lain dalam kategori ini adalah teori Resiprositas George Homans. Inti teori Homans mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan menggunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan manusia lain. Perilaku sosial merupakan pertukaran aktivitas, nyata atau tidak. Analisis Homans terbatas antara individu dengan individu.
Pada tataran lebih tinggi, Teori Pertukaran Peter Blau memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi hubungan antara individu dan kelompok. Blau bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih kompleks, melebihi Homans yang memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk kehidupan sosial mendasar. Blau memusatkan perhatian kepada proses pertukaan yang menurutnya mengatur kebanyakan perilaku manusia dan melandasi hubungan antarindividu maupun kelompok.

Menurut Blau, mekanisme yang menengahi antara struktur sosial yang kompleks itu adalah norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Menurutnya konsensus nilai mengganti pertukaran tak langsung dengan pertukaran langsung. Seorang anggota menyesuaikan diri dan mendapat persetujuan implisit karena penyesuaian diri memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan stabilitas kelompok. Dengan kata lain, kelompok atau kolektivitas terlibat dalam suatu hubungan pertukaran dengan individu.
Peter Blau mengembangkan teori pertukaran yang lebih komprehensif, yaitu analisis pertukaran antar individu dalam organisasi yang kompleks, serta bagaimana pertukaran di tingkat makro. Organisasi sosial merupakan wadah berjalannya pertukaran sosial di masyarakat.

Daftar Pustaka:

Perdue, William D. 1986. Sosiological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Mayfield Publishing Company. Palo Alto, California.

****