Buku Das Kapital, yang diterjemahkan menjadi Capital dalam bahasa Inggris atau Modal dalam Bahasa Indonesia adalah buku berisi pembahasan tentang ekonomi politik. Dalam buku ini Marx mengkiritisi kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi. Dan juga, dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Jilid pertamanya diterbitkan pada 1867.
Dalam buku Capital jilid 3, dimuat tentang bagaimana konversi nilai lebih (surplus value) menjadi keuntungan, dan kecepatan akumulasi nilai lebih yang sejajar dengan kecepatan akumulasi keuntungan. Marx juga menulis tentang hukum kecenderungan akan terjadinya penurunan keuntungan (The Law of the Tendency of the Rate of Profit to Fall).
Relasi antara komoditas dengan uang menjadi basis penjelasan Marx tentang sistem produksi kapitalis. Dalam analisis lebih jauh diuraikan berbagai bentuk ikutan dari kedua hal ini. Pada gilirannya ketika hasil produksi lalu menjelma menjadi kapital, maka kondisinya telah berkembang, dimana posisi kapital menjadi sangat sentral. Marx juga membedakan antara kapital komoditas (Commodity Capital), kapital berupa uang (Money Capital), kapital komersial (Commercial Capital) dan kapital yang berkaitan dengan uang (Money-Dealing Capital) atau disebut pula kepital perdagangan (Merchant's Capital).
Basis pokok kapitalisme adalah nilai lebih dari buruh
Komponen usaha industri kapitalisme setidaknya terdiri dari bahan baku, mesin, dan tenaga kerja. Namun, kekuatan pendorong utama kapitalisme berasal dari eksploitasi tenaga kerja, yang di sisi lain secara bersamaan juga menimbulkan alienasi. Sumber utama dari keuntungan serta nilai lebih (surplus value) bagi majikan adalah karena buruh-buruh dibayar di bawah upah seharusnya. Majikan menilai kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, padahal nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu sesungguhnya melampaui nilai pasar. Kalangan majikan merasa berhak mengumpulkan nilai-nilai lebih itu untuk dirinya sendiri, karena merekalah pemilik alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan memproduksi output, dalam buku Capital disebut dengan commodity, para buruh terus-menerus mereproduksikan perkembangan kapitalisme. Mereka lah motor yang menjalankan kapitalisme, yakni melalui kerja dan hasil perkerjaan mereka.
Sebagaimana banyak disebut, bahwa ”Marx muda” memiliki sisi humanisme yang dalam, namun buku ini kurang membahas persoalan etis secara dalam. Penjelasan Marx sangat matematis untuk menjelaskan bagaimana hukum gerak (laws of motion) dari berjalannya sistem kapitalisme secara keseluruhan. Selain ia menjelaskan dari mana datangnya kapitalisme, Marx juga meramalkan masa depan kapitalisme yang menurutnya sangat suram. Secara detail Marx menjabarkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja upahan, transformasi kondisi kerja, konsentrasi modal, persaingan, dan sistem bank dan perkreditan. Ia juga menjelaskan bagaimana pada waktunya kapitalisme akan menghadapi tingkat keuntungan yang menurun. Kapitalisme akan hancur dengan sendirinya. Ada benih kehancuran dalam dirinya sendiri, bukan dari luar. Struktur relasi sosial yang tidak sehat antara majikan dan buruh adalah sumber utama kehancuran ini. Ketidakadilan bukanlah sesuatu yang dapat dipertahankan untuk tempo panjang, meskipun dalam jangka tertentu terlihat mampu menggerakkan ekonomi masyarakat.
Buku Capital ini merupakan sebuah tinjauan ekonomi politik. Maksudnya lebih kurang adalah bahwa, Marx yakin bahwa para ekonom politik dapat mempelajari hukum-hukum kapitalisme secara obyektif, karena perkembangan pasar dan kapitalisme pada kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian besar hubungan ekonomi. Para pengamat atau ahli dapat membuat kalkulasi matematis untuk menjelaskan sistem kapitalis tersebut. Struktur ekonomi masyarakat merupakan suatu proses sejarah yang alami. Masyarakat sebagai sebuah entitas ekonomi terbentuk seolah mengalir saja sebelum orang-orang sadar bagaimana sistem aktivitas ekonomi tersebut telah menjadi tulang punggung struktur sosial ekonomi mereka secara lebih luas.
Marx mengupas secara panjang, dan memberikan penjelasan yang terkesan linier dan determinis, bagaimana kontradiksi-kontradiksi struktural tumbuh dalam masyarakat kapitalisme. Dualisme yang dikandung dalam masyarakat, terutama antara kalangan majikan dan kalangan buruh yang dominan dan dikuasai, selamanya akan menimbulkan kontradiktif. Itulah sumber konflik yang tak berujung. Ketidakadilan upah dan kondisi kerja - dan kondisi hidup - yang dialami buruh terus menerus, pada akhirnya memukul balik kalangan majikan. Fenomena kemiskinan di tengah kelimpahan kemajuan ekonomi adalah kondisi yang sangat labil.
Marx menggunakan ekonomi politik untuk menggambarkan hukum gerak masyarakat kapitalis. Dengan menguraikan bagaimana asal dan bertumbuhnya kapitalis, ia berusaha memberikan dasar ilmiah kenapa (perlu) lahir gerakan buruh. Ketimpangan yang lalu berimplikasi kepada konflik, dan akhirnya menjadi gerakan, merupakan sebuah keniscayaan yang sangat logis. Marx tidak melihat jalan lain yang akan terjadi selain keyakinannya tersebut, bahwa kapitalisme akan hancur dan digantikan komunisme. Komunisme diyakini Marx akan lebih memberikan kesejahteraan yang adil dan distributif untuk semua.
Sumber nilai lebih dan perannya sebagai motor kapitalisme
Nilai lebih merupakan suatu nilai yang ditambahkan oleh kapitalis terhadap produk yang dilemparkan ke pasaran, yang mana nilai tersebut pada awalnya merupakan keuntungan bagi si pemilik usaha. Sepintas ini terlihat sebagai kewajaran yang sudah semestinya. Namun, Marx yang kritis, mendapatkan bahwa hal ini adalah eksploitasi terhadap buruh. Kapitalis secara sengaja dan penuh perhitungan telah memanjangkan jam kerja buruh untuk memproduksi barang industri. Kapitalis sesungguhnya tetap dapat menjalankan usahanya dengan menguntungkan tanpa melakukan itu, karena dari mesin dan bahan baku sudah mampu menutupi biaya yang dikeluarkan.
Nilai lebih sesungguhnya diperoleh dari tenaga kerja. Mereka yang diperkerjakan oleh si pemilik modal itulah yang sejatinya menjadi sumber pendapatan. Dengan memperkerjakan buruh di bawah sistem industrinya, secara tidak langsung merupakan upaya menutup akses buruh dari relasi langsung dalam sistem pertukaran dengan pasar. Kapitalis menjual produk lebih tinggi. Nilai tersebut di atas nilai yang akan ditawarkan buruh, andaikan buruh itu sendiri yang menjualkannya langsung ke pasaran.
Kapitalis hanya perlu mencukupi kebutuhan hidup buruh pada level subsisten. Ini karena kapitalis hanya perduli pada kapasitas tenaga kerja buruh, bukan diri buruh itu sendiri. Upah harus sedemikian sehingga buruh tidak sakit dan produktivitas kerjanya tidak menurun. Upah yang lebih besar dari itu dikhawatirkan akan membuat buruh akan mampu membuka usaha sendiri, sedangkan jika lebih kecil dari itu membuat buruh tidak produktif.
Nilai lebih dikategorikan Marx sebagai variable capital, yaitu suatu kapital yang besarnya bisa dirubah-rubah, dapat dinaikkan dan diturunkan, sesuai dengan kondisi pasar produk. Bila buruh berkerja lebih produktif, berarti nilai modal variabel menjadi rendah. Dengan demikian, terjadilah eksploitasi tenaga kerja oleh kapitalis.
Bagi kapitalis, kemampuan tenaga kerja (labor-power) merupakan elemen penting yang menentukan proses tenaga kerja (labor process). Tanpa tenaga kerja, apa-apa yang dimiliki kapitalis (mesin dan bahan baku) hanyalah sampah. Dengan demikian, labor-power merupakan sebuah komoditas. Makna demikian muncul dari dua fakta yaitu bahwa buruh berkerja di bawah otoritas majikan, dan hasil kerja sepenuhnya adalah milik majian. Buruh teralienasi dari hasil kerjanya. Proses produksi pada hakekatnya adalah sintesis dari labor process dan proses penciptaan nilai tambah.
Kecepatan bertumbuhnya nilai lebih salah satunya tergantung pada derajat eksploitasi terhadap labor-power. Apabila proses produksi pertama dapat dituliskan dalam rumus C = c + v, maka pada giliran berikutnya telah berubah menjadi C’ = (c + v) + s. Ada nilai lebih (s) yang telah diciptakan dari proses pertama tadi. Demikian seterusnya.
Pada gilirannya, nilai lebih akan menjelma menjadi kapital. Kapital bersama-sama dengan tenaga kerja buruh yang lalu menciptakan nilai lebih, pada giliran berikutnya nilai lebih tadi telah meningkatkan besaran kapital si majikan. Pola ini bahkan telah menjadi strategi kapitalis untuk mengekspansi usahanya. Untuk mempercepat ekspansi usahanya, artinya ia butuh kapital lebih besar, maka ia harus menciptakan nilai lebih secara lebih besar. Tenaga buruhlah yang semakin dieksploitasi untuk mencapai itu semua.
Proses produksi kapitalis secara sederhana dapat dijelaskan melalui rumusan C=c+v+s. Penumpukan kapital diperoleh melalui bagaimana majikan menetapkan harga pokok. Sejatinya harga pokok (cost price) adalah biaya mesin, bahan baku, ditambah upah tenaga kerja. Artinya, jika hanya untuk memenuhi kebutuhan usaha yang dijalankannya, dengan menjumlahkan biaya dari ketiga komponen itu saja si pemilik usaha tidak akan rugi. Namun, jika hanya demikian, ia tidak memperoleh nilai lebih. Ia tidak akan dapat mengakumulasi kapital, dan akibat lebih jauh usahanya pun tidak akan memperoleh ekspansi.
Jadi, sekalipun nilai lebih (s) pada hakekatnya hanya merupakan suatu tambahan pada kapital variabel, namun sekaligus juga merupakan suatu tambahan nilai pada c+v. Artinya, nilai lebih adalah tambahan terhadap seluruh kapital yang dikeluarkan dalam proses produksi. Rumusan c+(v+s) yang menandakan bahwa s diproduksi dengan mentransformasi nilai kapital v tertentu yang dikeluarkan dimuka berupa tenaga kerja menjadi suatu besaran variabel, dapat juga digambarkan sebagai (c+v)+s. Nilai-lebih merupakan suatu tambahan tidak saja pada bagian kapital yang dikeluarkan di muka (investasi), tetapi juga pada bagian yang tidak memasuki proses ini. Yaitu suatu tambahan nilai tidak saja pada kapital yang digunakan yang telah diganti dari harga pokok komoditi itu, melainkan juga kapital yang digunakan untuk produksi pada umumnya. Kecerdikan kapitalis terlihat dalam proses ini.
Dalam proses ini, nilai lebih pada hakekatnya adalah juga laba usaha. Laba ini akan menjadi kapital jika ia diinvestasikan untuk proses produksi selanjutnya, kecuali kapitalis mengkonsumsinya atau menikmatinya dengan membeli barang konsumsi. Namun watak kapitalis tidak demikian. Ia akan terus mengekspansi usahanya, dan laba inilah kapitalnya untuk mencapai itu. Rumusan dari laba berasal dari C= c+v+s= k+s, lalu diubah menjadi rumusan C=k+p. Marx menyebutkan bahwa laba yang diperoleh tidak berasal dari produksi. Hal ini tentu saja berbeda dengan alasan pembelaan kapitalis. Bagi Marx, jika laba berasal dari produksi, maka ia akan termasuk didalam ongkos produksi dan tidak akan menjadi suatu kelebihan di atas dan melampaui ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan. Laba tidak dapat berasal dari pembayaran komoditi, kecuali ia sudah hadir sebelum terjadinya pembayaran. Demikian rasionalitas yang disampaikan Marx.
Dari uraian di atas terlihat betapa Marx berupaya menunjukkan darimana ia bisa membangun rumusannya tentang apa itu sistem kapitalis, dan kenapa ia menyebut sistem ini tidak adil. Marx menjabarkan dengan rinci bagaimana kompleksitas proses produksi, yang pada hakikatnya merupakan ranah material belaka. Marx berusaha mengalihkan pendapat para ahli di zaman itu, yang sebagian begitu terpeson dalam memandang kapitalisme.
Bahwa sistem kapitalisme ini menyimpan ketidakadilan, eksploitasi, dan kebobrokan juga ditunjukkan Marx dengan gamblang melalui analisisnya tentang bagaimana berbagai komponen material berelasi dan berproses dalam sistem produksi. Komponen material tersebut adalah mesin, bahan baku, dan tenaga kerja; sedangkan komponen aktornya adalah buruh dan majikan si pemilik usaha. Marx sangat pesimis dengan sistem kapitalisme, karena sistem ini hanya memberikan kehidupan yang amat buruk pada buruh. Bahkan bagi majikan kapitalis sendiri, sistem ini pun bukan lah sistem yang terbaik, karena sistem ini akan segera menuju kehancuran. Kehancuran berupa kebangkrutan akan dirasakan oleh semua pihak, termasuk bagi kalangan majikan kapitalis sendiri.
Kritik Stiglitz terhadap sistem kapitalisme modern
Prediksi Marx sejak seabad lalu tentang keruntuhan kapitalisme tampaknya tidak terjadi secara hitam putih. Saat ini kapitalisme tetap berkembang sedemikian rupa dan menjiwai berbagai segi kehidupan. Globalisasi menyebabkan dunia semakin mudah terkoneksi berkat revolusi informasi dan komunikasi. Kapitalisme ala Amerika dengan cepat disebarkan ke seluruh dunia. Ini yang menjadi titik perhatian Stiglitz.
Stiglitz yang sebelumnya adalah pelaku langsung kapitalisme, berbalik mengkritiknya. Ia memaparkan berbagai kebohongan dan kebinasaan yang dihasilkan praktek kapitalisme, terutama kapitalisme yang “dipimpin” oleh AS. Namun Stiglitz, sebagaimana gaya intelektual Amerika umumnya, memberi berbagai saran pragmatis. Ia secara agak seimbang melihat sisi positif dan negatif kapitalisme. Kapitalisme memang banyak membawa dampak negatif, namun negara-negara berkembang masih dan mesti dapat memaksimalkan manfaatnya sembari meminimalkan dampak negatifnya.
Ekonomi ala kapitalisme tak terhindarkan, namun tidak berarti bahwa peluang sudah tertutup sama sekali. Kapitalisme dan globalisasi dapat atau berpotensi, untuk mensejahterakan setiap orang di dunia ini. Tetapi untuk mencapai tujuan itu caranya harus diubah secara radikal, dan jangan sekali-kali meniru kapitalisme ala Amerika. Apa yang berhasil di Amerika, tidak relevan untuk dipraktekkan di negara-negara dengan kondisi yang sangat berbeda,
Satu kesamaan dengan Marx, dimana kapitalis menerapkan pola M-C-M, Stiglitz juga mencela paradigma industri perbankan yang lebih senang bermain memutar kapital melalui selisih bunga bank ketimbang memperoleh margin melalui penyaluran kredit ke sektor riel. Uang menjadi awal dan tujuan bisnis perbankan.
Dengan menganalisis kondisi ekonomi dunia pada dekade 90-an, Stiglitz memperlihatkan kekeroposan basis perekonomian AS dan dunia. Dari data yang diungkapkannya, Stiglitz tidak melihat bahwa kapitalisme akan dapat mensejahterakan warga dunia. Kritik ini persis seperti pendapat Marx. Bedanya adalah, Marx melihat kapitalisme akan runtuh total dan diganti sistem sosialis-komunis, sedangka Stiglitz masih berharap ada peluang dalam kapitalisme. Menurutnya, kapitalisme masih dapat bermanfaat, asalkan disikapi dengan tepat.
Yunus mematahkan mitos konsep kapitalisme
Hampir sama dengan Siglitz, Muhammad Yunus juga mengkritik kapitalisme yang tidak memberi manfaat adil kepada semua, apalagi kepada kalangan miskin. Namun, Yunus lebih jauh dari Stiglitz, selain mengkritik ia pun bertindak dan menunjukkan bahwa prinsip dan cara kerja yang berlawanan dengan jiwa kapitalisme justeru mampu memberi kesejahteraan.
Yunus memberikan kredit kepada kaum miskin dengan pendekatan yang terbalik sama sekali dengan pendekatan kaum kapitalisme modal. Usahanya memberdayakan kaum miskin di Bangladesh mulai sejak tahun 1974 dengan mengembangkan program kredit mikro tanpa agunan. Cara ini tentu sesuatu yang tidak masuk akal bagi kalangan kapitalisme. Untuk menjamin pengembalian pembayaran, Bank Grameen menggunakan sistem yang dinamakan grup solidaritas. Kelompok kecil ini bersama-sama mengajukan pinjaman, dan menanggungnya secara bersama. Ada tekanan sosial di dalamnya yang memaksa si peminjam malu dan takut jika tidak mengembalikan. Paradigma Bank Grameen adalah “semua orang berpotensi baik”, sedangkan paradigma bank kapitalis adalah “semua orang berpotensi buruk” maka ikatlah mereka dengan jaminan (colateral). Jaminan yang diserahkan ke pihak perbankan menjadi senjata bank untuk menakuti-nakuti dan mengancam peminjam agar patuh mengembalikan pinjamannya tepat pada waktunya.
Pendekatan pemberdayaan Yunus ini berkembang pesat di Bangladesh dan dipraktekkan juga di banyak negara, bahkan di Amerika yang merupakan jantungnya ekonomi kapitalis. Bank Dunia yang sebelumnya meremehkan ikut mengadopsi dan mempraktekkan di berbagai lokasi.
Yunus dan Grameen Bank telah memutarbalikkan cara berfikir kaum kapitalis dalam mengelola perbankan, dan menyebarkan kesejahteraan secara lebih hakiki yakni ke golongan miskin yang selama ini selalu tersingkir dari sistem ekonomi kapitalisme. Yunus menunjukkan bagaimana lembaga perbankan berkerja semestinya, yaitu memberikan kesejahteraan kepada peminjam, namun juga tetap mampu berkembang. Ini dapat dimaknai sebagai sebuah “win win solution” dari kebuntuan kalangan perbankan dalam memberikan kredit kepada golongan miskin selama ini.
Muhammad Yunus telah berhasil memutarbalikkan cara berfikir dan pendekatan perbankan kapitalis dalam menyebarkan modal di tengah masyarakat. Tekanan-tekanan dan relasi sosial dalam kehidupan berkelompok sebagai penjamin pengembalian hutang dan penggunaan pinjaman merupakan sebuah pendekatan sosiologis yang cerdik. Berapa besar kelompok yang sesuai sehingga tekanan tersebut berjalan efektif merupakan usaha yang juga tidak mudah, dalam upaya menghindari penunggang bebas (free rider) yang menjadi kendala selama ini dalam efektivitas tindakan kolektif.
Bacaan:
Marx, Karl. 1894. Capital: A Critic of Political Economy. Volume 3. Penguin Classics and New Left Review. Translated by David Frenbach.
Mills, C. Wright. 1962. The Marxist. Dell Publishing Co. Dalam: Ransford. Social Stratification.
Stiglitz, Joseph. 2006. Dekade Keserakahan: era 90-1n dan awal mula petaka ekonomi dunia. Penerbit Marjin Kiri. Judul asli: ”The Roaring Nineties, Towards a New Paradigm in Monetary Economics”.
Turner, Jonathan H. dan Leonard Beeghley. 1981. The Emergence of Sociological Theory. The Dorsey Press, Homewood Illinois dan Irwin-Dorsey Limited, Georgetown, Ontario.
Yunus, Muhammad. 2003. Bank Kaum Miskin. Penerbit Marjin Kiri. Penerjemah: Irfan Nasution.
*****