Kamis, 28 Oktober 2010

Organisasi petani, tindakan kolektif (Hellin et. al, 2007)

“Organisasi Petani, Tindakan Kolektif, dan Akses terhadap pasar di Amerika Tengah”

Sumber tulisan: Jon Hellin, Mark Lundy and Madelon Meijer. 2007. Farmer Organization, Collective Action and Market Access in Meso-America. Capri Working Paper No. 67 • October 2007. Research Workshop on Collective Action and Market Access for Smallholders. October 2-5, 2006 - Cali, Colombia. International Food Policy Research Institute (IFPRI), Washington.

Tesis, Tujuan dan Metode Penelitian

Dalam upaya mengembangkan agribisnis, dibutuhkan suatu jaringan yang menghubungkan antara petani, pengolah (processors), pedagang (traders), pengecer (retailers) dalam suatu sistem agribisnis yang terintegrasi dan terkoordinasi. Kunci dari pengembangan jasa bisnis dalam konteks ini adalah berupa informasi pasar, penyediaan input usaha, dan jasa transportasi. Hal ini telah lama diperdebatkan di kalangan ahli pemberdayaan dan agribisnis.

Saat ini, kondisi ekonomi pertanian global telah berubah. Telah terjadi peningkatan kebutuhan dan keinginan agar petani dapat memperoleh keuntungan dari pasar yang berkembang. Petani tidak cukup lagi hanya sebagai penyedia komoditas namun hanya memperoleh bagian yang sedikit. Untuk itu, petani didorong untuk memproduksi komoditas bernilai tinggi dan terlibat langsung dengan berbagai kegiatan untuk memperoleh nilai tambah (value-adding) misalnya berupa keiatan pengolahan hasil atau agroindustri. Organisasi petani dan tindakan kolektif sering dipandang sebagai dua faktor kunci yang akan memperkuat akses petani terhadap pasar. Kedua hal ini diyakini sebagai titik masuk untuk memungkinkan petani berperan secara lebih besar dan memperoleh bagian lebih besar dalam ekonomi yang berjalan. Namun demikian, usaha ini tidaklah mudah.

Penelitian Jon Hellin et al. (2007) ini bertolak atas tiga pertanyaan penting, yaitu: (1) tipe organisasi bagaimana yang paling sesuai untuk petani dalam sistem agribisnis yang terus berkembang saat ini, (2) apakah sektor swasta adalah pihak yang paling tepat untuk mendukung mereka dan bagaimana caranya, dan (3) bagaimana menyediakan kondisi yang menjamin perolehan keuntungan usaha pertanian yang dilakoni petani.

Tulisan ini melaporkan hasil penelitian sayuran yang mempelajari sayuran bernilai ekonomi tinggi di Honduras and El Salvador, serta petani jagung di Meksiko. Mereka adalah petani kecil yang mengusahakan tanamannya di wilayah perbukitan. Metodologi yang digunakan di Honduras dan El Salvador adalah analisa rantai pasok secara partisipatoris (participatory value chain analysis). Tim peneliti menganalisa historik rantai pasok (the value chains), relasi antar aktor dalam rantai tersebut, kondisi pasar saat ini dan proyeksi ke depan, kondisi finansial organiasai petani, dan strategi untuk meningkatkan peran rantai pasok. Fokus utama riset ini adalah aktor-aktor yang terlibat langsung yaitu petani sebagai produsen, organisasi produsen (producer organizations) pelaku pemasaran, dan konsumen. Data digali melalui workshops, kelompok diskusi (focus groups), dan wawancara semi terstruktur baik terhadap individu maupun kelompok. Riset hanya terbatas pada petani-petani kecil yang tergabung dalam organisasi, yaitu 3 unit organisasi di El Salvador ditambah 2 organisasi serupa di Honduras.

Sementara di Meksiko, riset mempelajari input dan output rantai pasok dan peran organisasi petani dalam memfasilitasinya. Penggalian data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur dan kelompok diskusi dengan seluruh pelaku yaitu perusahaan benih, penyuluh, kelompok produsen, dan pedagang pembeli jagung. Dalam penelitian ini juga dipelajari apa alasan petani memilih benih tertentu, dan bagaimana mereka mengakses input usahatani (benih, pupuk, dan modal).

Temuan Penelitian

Dua objek kunci dalam studi ini adalah organisasi petani dan tindakan kolektif. Dalam paper ini tindakan kolektif dimakani sebagai “voluntary action taken by a group to achieve common interests”. Tindakan kolektif dapat hadir (eksis) meskipun tidak ada organisasi petani (formal). Jadi, keduanya adalah dua hal yang berbeda, dimana organisasi petani adalah wadah, namun bukan harus dan satu-satunya, untuk menjalankan tindakan kolektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh organisasi petani sangat jelas terlihat pada petani yang mengusahakan komoditas sayuran. Agribisnis sayuran dicirikan oleh tingginya biaya transaksi dalam mengakses pasar. Keberadaan organisasi sangat membantu petani dalam menurunkan biaya ini.
Keberadaan organisasi petani bermanfaat pula untuk mengakses kredit, benih dan pupuk. Organisasi petani adalah faktor penting (critical factor) agar pasar dapat bekerja pada petani miskin, terutama yang memproduksi komoditas bernilai ekonomi tinggi. Namun demikian, faktor peran dan waktu merupakan faktor kunci agar petani miskin dapat memahami keberadaan organisasi petani untuk pemasaran hasil. Selain itu, juga dibutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang biaya dan margin tata niaga. Banyak organisasi petani tidak mampu menghitung biaya pemasaran tersebut dengan baik.

Dalam kondisi dimana subsidi oleh pemerintah tidak lagi tersedia, maka peran pihak swasta (private and public sectors) menjadi lebih penting dalam pembangunan pertanian (agribisnis). Namun demikian, pemerintah masih berperan penting karena menentukan bagaimana agar pasar berjalan. Pemerintah misalnya dapat menyediakan biaya yang murah dalam pembuatan kontrak-kontrak bisnis, menyediakan informasi pasar secara efektif, serta menyediakan transportasi, listrik, air dan infrastruktur lain. Pemerintah telah terbukti mampu membantu memfasilitasi pengembangan organisasi petani, terutama pada tahap-tahap awal pembentukannya. Perhatian yang lebih besar juga harus diberikan untuk menyediakan mitra kerja bagi organisasi petani. Sebagai mana di Meksiko, ketika organisasi petani hanya mampu memberi sedikit keuntungan kepada anggotanya dalam pemasaran jagung, maka organisasi dapat membantu anggotanya dalam berbagai kebutuhan lain. Organisasi petani telah berperan dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan keamanan (livelihood security).

Keberadaan organisasi terbukti mampu meningkatkan kemampuan petani dalam berhubungan dengan supermarket dalam memahami permintaan secara kuantitas dan kualitas. Dalam kasus rendahnya keterlibatan petani dalam berorgansiasi, penyebabnya adalah karena kompensasi yang diberikan untuk berorganisasi tidaklah sebanding dengan peningkatan pendapatan yang mereka peroleh. Kasus di Meksiko menunjukkan sulitnya menyediakan basis keuntungan yang kuat untuk organisasi mereka, sehingga partisipasi petani anggota rendah.

Penelitian ini menyarankan bahwa organisasi petani yang berhubungan langsung dengan supermarket secara ekonomi lebih terjamin (berkelanjutan) dibandingkan dengan organisasi petani yang hanya didukung oleh NGO. Namun, kondisi saat ini, hanya kurang dari 5 persen petani sayuran di Honduras and El Salvador yang tercakup dalam organisasi dimaksud. Hal ini disebabkan karena organisasi petani produsen memiliki keterbatasan dalam keterampilan bisnis dan tidak memiliki kemampuan menumbuhkan organisasi serupa (non-replicable organizational models) yang mampu memiliki relasi dengan pasar. Insentif yang bisa diharapan untuk berorganisasi lemah, ketika banyak pembeli (pedagang) yang tersedia.

Dari studi Jon Hellin et al. (2007) ini diperoleh point bahwa petani memperbandingkan antara kompensasi yang diperolehnya jika terlibat dalam organisasi formal dengan pengorbanan yang harus diberikannya. Jika tambahan pendapatan yang diperoleh tidak sebanding, mereka cenderung enggan terlibat. Temuan lain yang menarik adalah bahwa, relasi yang berbasiskan ekonomi (relasi organisasi petani dengan supermarket) ternyata lebih kuat dalam menjamin keberlanjutan organisasi petani, dibandingkan dengan relasi organisasi petani dengan NGO yang bukan berbasiskan relasi ekonomi.

Catatan

Riset ini menggunakan jumlah kasus yang terbatas, namun penggalian data dilakukan secara mendalam. Meskipun tidak disebutkan secara tegas, riset ini sesungguhnya menggunakan strategi penelitian kualitatif. Dengan demikian, sebagai mana “kelemahan” riset dengan pendekatan ini, maka hasil temuannya mestilah disikapi tidak dengan pendekatan valid atau tidak valid. Temuan penelitian sangat berguna untuk pengambil keputusan di negara yang memiliki kondisi relatif serupa misalnya Indonesia, dimana banyak petani berskala kecil yang mengusahakan berbagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Berbagai upaya untuk mengorganisasikan petani selama ini selalu menghadapi kendala, sehingga harapan agar mereka dapat menjadi pelaku aktif dan memperoleh bagian lebih besar dalam agribisnis yang berjalan belum tercapai.

*****