Kamis, 28 Oktober 2010

Rasionalitas petani

Rasionalitas Tindakan Petani dalam Pertanian Kontrak

Sumber tulisan: Simmons, Phil. 2002. Overview of Smallholder Contract Farming in Developing Countries. ESA Working Paper No. 02-04. Graduate School of Agricultural and Resource Economics University of New England, Armidale, Australia, 2351. Agricultural and Development Economics Division The Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.fao.org/docrep/007/ae023e/ae023e00.htm

Latar Belakang, Tesis, dan Tujuan

Secara umum, perusahaan agribisnis (firm) lebih senang menggunakan pendekatan kontrak, yaitu bekerjasama sama dengan petani sebagai pemasok bahan baku, daripada menanam langsung di lahan. Dibandingkan apabila pihak perusahaan memperoleh komoditas dari pasar terbuka dan sumber lain, biaya transaksi yang dikeluarkan menjadi lebih murah. Sementara bagi petani kecil, secara teoritis, memasuki atau ikut dalam sistem kontrak sangat bermanfaat untuk mengurangi biaya transaksi, membuka akses pada pasar baru, meminjam modal, memperbaiki manajemen resiko, memperoleh informasi dan dan meningkatkan kesempatan kerja.

Berbagai tipe produksi pertanian dapat dijalankan pada berbagai kelembagaan pertanian. Pola manajemen berupa pertanian kontrak dibutuhkan karena petani kecil sulit menghadapi pasar yang semakin liberal. Dengan kerjasama (inti-plasma) antara petani dengan perusahaan, maka tekanan pasar liberal diharapkan tidak terasa langsung ke petani, terutama petani kecil.

Pertanian kontrak (contract farming) bisanya melibatkan satu perusahaan agribisnis besar yang terkait ke belakang (backwards) kepada petani-petani kecil. Kerjasama di antara mereka berjalan melalui perjanjian baik verbal maupun tertulis, adanya penyediaan input seperti kredit dan penyuluhan, dan jaminan agar produk nanti dikirim kepada perusahaan yang berperan sebagai penampung nanti setelah panen. Kontrak ini secara tak langsung juga menciptakan relasi-relasi horizontal sesama petani.

Meskipun konsep pertanian kontrak sangat baik, namun nyatanya tidak banyak berjalan secara memuaskan. Permasalahan yang muncul biasanya adalah sulitnya membangun kelembagaan yang menghilangkan ketidakpercayaan (anti-trust) di antara yang terlibat, kebijakan untuk memberi lingkungan yang sesuai, dan dukungan untuk petani kecil dalam menjalankannya.

Penelitian Simmon ini merupakan sebuah studi review yang diangkat dari beberapa studi dengan objek sama, yakni “pertanian kontrak”, yang berlangsung di berbagai wilayah di negara berkembang. Analisis dilakukan terutama terhadap hasil riset yang merupakan riset primer.

Temuan dan Diksusi Studi

Dari berbagai hasil riset yang direview oleh Simmon disebutkan bahwa keberhasilan sebuah usahatani kontrak merefleksikan bahwa lingkungan yang mereka hadapi sesuai dan manajemen tampaknya juga telah dijalankan dengan baik. Lingkungan yang dimaksud dalam konteks ini mencakup kekuatan pasar untuk pemasaran produk atau output, kebijakan makro pemerintah, dan keberhasilan teknis dalam sistem produksi. Elemen manajemen juga menyumbang penting dalam keberhasilan ini yang mencakup kelompok pertanian (farm groups), seleksi petani peserta, manajemen, dan resolusi konflik. Diperoleh pula fakta bahwa keuntungan utama bagi petani kecil untuk terlibat dalam pertanian kontrak adalah karena adanya akses ke pasar, peluang untuk menggunakan teknologi leih baik, manajemen yang lebih baik, dan kesempatan meningkatan peluang kerja anggota keluarga.

Baik perusahaan (firm) maupun petani kecil sama-sama melindungi kepentingannya melalui kontrak atau perjanjian. Pertanian kontrak tetap membutuhkan biaya transaksi yang cukup tinggi, namun hal ini tetap masih merupakan opsi terbaik (‘best bet’) dibandingkan alternatif lain.
Hal yang menarik dalam studi ini adalah mengapa petani kecil tertarik untuk berpartisipasi dalam pertanian kontrak. Dua motivasi utamanya adalah meningkatkan keuntungan dan memperkecil resiko berusaha. Tiga indikator yang dipakai petani adalah implikasi pada perolehan pendapatan (revenue), implikasi pada biaya yang harus disandangnya, dan implikasi pada resiko yang akan dihadapinya yang mungkin bisa lebih besar atau lebih kecil.

Ditemukan dari studi review ini bahwa ada empat area strategis yang menjadi pertimbangan petani, yakni: (1) Apakah mereka dapat mengakses ke pasar karena sebelumnya mereka menghadapi biaya transaksi yang tinggi, (2) Apakah mereka dapat mengakses kredit dengan bunga yang tidak mahal, ketika sebelumnya selain bunga yang tinggi bahkan sering kali tidak memiliki akses ke lembaga permodalan, (3) Apakah mereka disediakan berbagai pelayanan untuk memperbaiki manajemen resiko di sektor hulu (on-farm), dan (4) Apakah mereka disediakan informasi, penyuluhan serta dukungan logistik sehingga biaya transaksi yang lebih rendah dapat mereka raih.

Sementara dalam hal memanajemen resiko, petani memiliki tiga pola yakni:
1. Mereka melakukan diversifikasi baik dalam penanaman jenis tanaman maupun kegiatan di luar pertanian, dalam upaya mengurangi kehilangan dengan melakukan beragam aktivitas.
2. Mereka melakukan manajemen dalam menyimpan dan menabung uang untuk menghadapi fluktuasi keuangan rumah tangga sepanjang tahun.
3. Mereka menggunakan pasar baik future market atau forward market atau mengasuransikan pertanaman untuk menghindari jatuhnya harga dan anjloknya hasil.

Pada kenyataannya, petani di negara berkembang memiliki peluang yang sangat terbatas untuk menjalani strategi ini. Pilihan yang banyak dijalankan hanya diversifikasi dalam penanaman dengan menanam berbagai jenis komoditas. Agar pertanian kontrak berhasil, bagaimana mengelompokkan usaha pertanian (farm groups) juga memainkan peranan penting. Berbagai bentuk perjanjian, dan pelanggaran perjanjian, pada aras vertikal ini dapat menjadi kendala efektifitas pertanian kontrak.
Penelitian Bingen (1991) menunjukkan bahwa keberhasilan pertanian kontrak tergantung kepada bagaimana kualitas relasi sebelum terbentuk kelompok (pre-existing groups), tingkat demokratisasi yang dijalankan, serta kejelasan perjanjian antar pihak. Sementaara penelitian Little dan Watts (1994) menyebutkan pentingnya kelompok-kelompok tersebut independen secara politis dan adanya permodalan dari dalam (self-financing) yang kuat.

Keefektifan juga merupakan hal penting karena adanya permasalahan kaitan yang saling tergantung (linkage dependence). Penelitian Coulter et al. (1999) di Kenya, melaporkan bahwa kaitan ini memberikan posisi yang lebih baik bagi peserta. Timbulnya berbagai konflik menimbulkan kesan buruk bagi petani kecil, yang akan menyebabkan mereka mengurangi keterlibatannya. Studi kasus di Indonesia tentang agribisnis benih jagung, menunjukkan bahwa perusahaan membangunkan sebuah tempat (ruang pertemuan dan gudang) yang dapat dimanfaatkan petani peserta. Investasi ini merupakan indikasi bahwa pihak perusahaan merasa terkait dengan petani kecil.

Faktor seleksi petani merupakan hal penting dalam keberhasilan pertanian kontrak. Beberapa indikator yang harus dipertimbangkan adalah pengalaman bertani, luas lahan yang dikuasai, kesuburan lahan (fertility of farms), dan pertimbangan-pertimbangn terkait dengan komunitas.
Kegagalan kontrak biasanya disebabkan lemahnya tekanan formal ketika terjadi sesuatu di luar harapan. Petani kecil di negara berkembang umumnya tidak ingin lahannya dijadikan sebagai jaminan untuk kredit dan untuk jaminan berbagai kegagalan dalam pelaksanaan usaha agribisnis. Karena itulah, intinya adalah bagaimana memperkecil resiko kegagalan. Dari sisi pengusaha, bagaimana caranya agar petani tetap percaya dan mampu melanjutkan kontrak. Diharapkan petani kecil dapat melihat ini dan tetap mempercayai pihak pengusaha. Untuk itu, kontrak harus disusun dengan menjanjikan keuntungan yang cukup atraktif bagi petani. Bagi petani, sebagaimana pengalaman di Indonesia, mereka lebih memperhatikan aturan-aturan (the rule) yang disepakati daripada memperhatikan berbagai peluang untuk bertindak lain (the exception).

Petani mau terlibat karena yakin dengan berbagai keuntungan langsung maupun tidak langsung. Berbagai keuntungan tidak langsung adalah memberdayakan kalangan perempuan, dimana kepala keluarga perempuan memiliki posisi sejajar dengan kepala keluarga laki-laki. Keuntungan lain adalah karena mampu mengembangkan kultur komersial dimana petani belajar bernegosisasi, paham dalam pergudangan dan berkomunikasi dengan pihak-pihak luar. Studi di Afrika yang dilakukan Ponte (2000) menemukan bahwa dampak utama modernisasi adalah digantikannya mekanisme tradisional yang berbasiskan tanggung jawab bersama (mutual obligation), kekerabatan (kinship) dan struktur kelas (class structure) dengan relasi berbasiskan pertukaran secara tunai (cash exchanges).

Bagi pertanian kontrak yang kurang berhasil, menurut penelitinya, hal ini disebabkan oleh permasalahan eksklusi (the problem of exclusion). Permasalahan ini muncul dari bias saat melakukan seleksi bagi petani yang akan terlibat. Kebijakan untuk pengembangan kelembagaan juga merupakan penghalang. Pemerintah dapat memainkan peran penting untuk keberhasilan pertanian kontrak yakni dengan meregulasi pasar sehingga pihak perusahaan agribisnis tidak akan rugi karena kekuatan pasar. Selain itu, pemerintah mestinya memfasilitasi kontrak sehingga pihak perusahaan tertarik terlibat dan membuat suasana yang sesuai bagi petani kecil.

Pihak ketiga misalnya NGO dapat memfasilitasi pertanian kontrak. Pengalaman Glover dan Kusterer (1990) di Amerika Tengah menemukan keefektifan pelibatan NGO pada usaha pertanian sayuran. Mereka berperan sebagai pihak perantara (intermediary) pihak perusahaan dengan petani. Mereka terlibat dalam evaluasi kontrak, diskusi dengan petani kecil, membikin perjanjian dengan perusahaan, bantuan teknis, dan membantu dalam pembelian input.

Catatan

Penelitian ini melihat perilaku petani dengan mempelajari atau mewawancarai berbagai sumber, baik petani maupun pihak-pihak di luar petani terutama kalangan pengusaha, NGO dan pemerintah. Dengan demikian, ia berupaya memahami petani dengan melihat pula dari sisi luar petani. Informasi seperti ini sangat berguna sehingga diperoleh pemahaman yang lebih berimbang dalam mempelajari petani. Meskipun tulisan Simmon ini bukan merupakan tulisan primer, namun temuan-temuannya sangat bermanfaat karena cenderung lebih komprehensif. Pertanian kontrak merupakan salah satu bentuk organisasi formal modern dalam menjalankan usaha agribisnis. Dengan mempelajari tipe organisasi seperti ini diperoleh pemahaman bagaimana rasionalitas petani pada kondisi khusus.

******