Bentuk-bentuk Tindakan Kolektif Sehari-Hari di Bangladesh:
Pelajaran dari 15 Kasus
Sumber tulisan: Peter Davis, Rafiqul Haque, Dilara Hasin, and Md. Abdul Aziz. 2009. Everyday Forms of Collective Action in Bangladesh: Learning from Fifteen Cases. CAPRi Working Paper No. 94. International Food Policy Research Institute: Washington, DC. http://dx.doi.org/10.2499/CAPRiWP94.
Tesis, Tujuan dan Metode Penelitian
Secara teoritis, terdapat berbagai bentuk tindakan kolektif, sumber daya, aset dan kekuasaan yang secara bersama-sama akan mempengaruhi kesejahteraan, terutama untuk warga miskin dan utamanya lagi perempuan miskin. Berbagai riset telah berupaya untuk mengidentifikasi bagaimana mereka berkontribusi pada pengembangan keinginan bersama (collective interests) atau tujuan bersama (common goals). Riset-riset tindakan kolektif menyadari bahwa bagaimana dan apa motivasi di belakang tindakan kolektif merupakan hal yang kompleks. Tindakan kolektif merupakan hal yang messy, instrumental, berorientasi nilai (value orientated), dan afektif. Atau, dalam konteks motivasi tradisional sebagaimana menurut Weber, yaitu berdasarkan empat tipe ideal tindakan sosial.
Riset ini melihat apa-apa saja bentuk-bentuk aktivitas kolektif (collective activity) baik formal maupun informal yang muncul, sebagai indikator signifikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Tujuan riset melihat jenis-jenis tindakan kolektif yang sangat penting (most significant) dalam kehidupan sehari-hari di desa Bangladesh. Tindakan kolektif yang dilihat lebih sebagai bentuk ‘on the ground’ dibandingkan definisi tindakan kolektif yang “too rigidly in advance”. Riset memperhatikan berbagai tindakan kolektif yang mungkin tidak memberi keuntungan bagi semua orang, tidak memberdayakan semuanya, tidak selalu terkoordinasi, tidak direncanakan, dan tidak juga bebas dari konflik. Riset mengidentifikasi apapun peristiwa atau hal yang berkaitan dengan peristiwa (sequences of related events), namun melibatkan bentuk tindakan kolektif, dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Juga dilihat dimensi gender dalam tindakan kolektif.
Data riset dikumpulkan dari 15 kasus dari enam desa dan 3 distrik di pedesaan Bangladesh. Tiga distrik tersebut adalah Manikganj, Jessore dan Mymensingh/ Kishoreganj. Pada masing-masing distrik dipilih dua desa, dan di setiap desa dilakukan wawancara untuk mengumpulkan lebih kurang 20 life history.
Dalam riset ini, tindakan kolektif dimaknai secara luas dan diidentifikasi dari berbagai kejadian penting (significant episodes) yang berlangsung di pedesaan dalam metode life-history research Tipe-tipe tindakan kolektif yang diidentifikasi adalah yang berkaitan (catalyzed) dengan persitiwa dalam bentuk hubungan perkawinan; mas kawin (dowry) dan kekerasan dalam rumah tangga; sengketa atas tanah; sakit, cedera dan kematian; serta kecelakaan, pencurian dan kecurangan.
Studi dilakukan dalam konteks dinamika kemiskinan di Bangladesh yang terbagi atas 3 tim, yaitu Davis 2007; Quisumbing 2007; serta Baulch dan Davis 2008. Atas dasar ketiga riset tersebut, riset tindakan kolektif ini dilakukan dalam bentuk riset kualitatif. Rumah tangga untuk wawancara life history dipilih secara acak berdasarkan 4 kategori yaitu: (1) rumah tangga yang statusnya meningkat sepanjang survey kemiskinan nasional antara tahun 1994 dan 2007, (2) rumah tangga yang statusnya menurun, (3) rumah tangga yang tetap di atas garis kemiskinan (poverty line), (4) dan rumah tangga yang tetap di bawah garis kemiskinan. Riset ini mempelajari relasi sosial (social relationships), pola (patterns), dan prosesnya (processes); yang secara langsung berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan perempaun dan laki-laki dalam berbagai bentuk tindakan kolektif.
Hasil Penelitian: Sebab dan Pola Tindakan Kolektif Sehari-hari
Riset ini menemukan bahwa tindakan kolektif yang terjadi umumnya merupakan tindakan yang spontan dan informal, dan tanpa pengorganisasian. Tindakan kolektif terjadi secara meluas di pedesaan bangladesh, yang terjadi dalam berbagai bentuk pengorganisasian (a range of organizations) misalnya dalam kelompok-kelompok kerjasama (organized cooperative groups), kerjasama pengelolaan irigasi, dan kelompok buruh migran (groups organizing labor migration). Ditemukan pula bahwa peranan yang telah dijalankan NGO sebagai pendamping pemberdayaan kurang signifikan dibandingkan peran harapan mereka.
Dengan membagi tindakan kolektif atas tipe peristiwa yang menyebabkannya (catalyzed) atau sebagai pemicunya, maka diperoleh empat tipe yaitu:
1. Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkawinan, mas kawin, perceraian, dan kekerasan domestik sebanyak 5 kasus. Dalam peristiwa ini, biasanya lebih dari seratus orang terlibat dalam negosisasi dan penekanan (pressuring) agar hal ini berjalan dengan baik. Dalam kondisi terjadi konflik dalam keluarga, tidak hanya keluarga inti, aparat desa dan pimpinan pemerintahan lokal juga terlibat dengan membentuk lembaga arbitrase dan pengaduan.
2. Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perebutan penguasaan lahan dan penggarapan lahan sebanyak 5 kasus.
3. Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penanganan warga yang sakit, cedera dan kematian sebanyak 3 kasus.
4. Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penanganan pencurian atau kecurangan sebanyak 2 kasus.
Lembaga Union Parishad merupakan aktor kunci dalam berbagai tindakan kolektif, terutama dalam posisinya sebagai lembaga tempat pengaduan dan arbitrase. Mereka juga memberi rekomendasi kepada polisi dan rumah sakit untuk berbagai kasus khusus jika dibutuhkan.
Ada empat kategori norma sosial yang berhasil diidentifikasi yang menjadi dasar terbangunnya tindakan kolektif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kehormatan (respectability), keadilan (justice), resiprositas dan subsistensi. Dalam konteks tanggung jawab, nama baik anggota keluarga, terutama nama baik perempuan, merupakan prioritas tertinggi. Pihak keluarga akan berkerjasama untuk menjaga kehormatan ini.
Sementara, tindakan-tindakan yang tergolong resiprositas berkaitan dengan keadilan dan kejujuran dalam kebutuhan subsistensi. Hal ini berkaitan dengan apa yang disebut James Scott dengan etika subsistensi (subsistence ethic). Jika seseorang mengalami penurunan kondisi kesejahteraannya di bawah garis subsitensi, pemimpin desa akan menyusun satu kegiatan khususnya (special arrangements) untuk menghadapinya. Hal ini sering terjadi, misalnya bantuan tempat tinggal yang diberikan untuk seorang janda. Warga akan berkerjasama untuk membangun tempat tinggal untuknya.
Riset ini telah berhasil mengungkap bagaimana struktur lokal berkerja, dan seberapa efektif penggunaan kekuasaan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Riset menyimpulkan bahwa bentuk harian tindakan kolektif sering terjadi secara spontan dan informal, namun memberi dampak penting pada kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, di sisi lain, hal ini juga menimbulkan kebingungan kepada sebagian mereka yang terlibat. Pemerintahan lokal memainkan peran dalam berbagai kejadian tindakan kolektif terutama untuk peran sebagai arbitrase atau tempat pengaduan. Pemahaman yang mendalam terhadap bagaimana tindakan kolektif untuk menyelesaikan perselisihan dan perjuangan hidup sehari-hari akan membantu kita untuk memahami secara lebih realistis potensi pemberdayaan yang tersedia dari bagaimana bentuk intervensi yang sesuai untuk memupuk terbanguunya tindakan kolektif di pedesaan Bangladesh.
Catatan:
Tindakan kolektif yang tidak terorganisir (spontan dan informal) terbukti memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari di pedesaan. Kondisi pedesaan Bangladesh yang relatif serupa dengan Indonesia, merupakan point yang mendukung sehingga layak dijadikan catatan. Hal ini sesungguhnya merupakan salah satu ”hipotesis” , bahwa tindakan kolektif yang selama ini gagal dijalankan dalam organisasi-organisasi formal petani di Indonesia, kemungkinan disebabkan karena petani-petani telah memiliki berbagai relasi sebagai sandaran untuk menjalankan berbagai tindakan kolektif. Relasi-relasi tersebut berada di luar organisasi-organisasi formal.
*****