Oleh: Syahyuti
Bab starting point:
- Semua sedang berubah. Kita telah pindah dari masy industrial ke masy komunikasi, atau ke masy pengetahuan. Tata politik juga berubah. Dari imprealis ke hegemoni.
- Tapi, apakah kita punya kata-kata baru yang sesuai untuk menjelaskannya?
- Ide2 dan pemikiran lama telah hancur. Penggunaan dominan interpretive discourse (DID) yang diciptakan intelektual, telah lama dipakai untuk menyerang ide-ide baru. Contoh hasil DID = bahwa kenyataan sejarah dalam negara sosialis.
- Masy pada hakekatnya juga menciptakan self-representation, sesuatu yg lebih luas dari ideologi
- Nasionalisme telah gagal. Teknologi komunikasi membawa perubahan. Tiap hari ada demand baru. Untuk itu, kita perlu formulasikan bentuk2 pemikiran baru. Perlu alat analisa bari.
- Modernitas memberi banyak perubahan. Agama dieliminasi, juga tumbuhnya kesadaran aktor. Semua menuju material, instrumental, dan kuantitatif. Kita butuh perubahan sikap dan pendekatan interpretasi yg berbeda.
- Kita sedang beralih dari community ke society. Tiap orang mekanai dirinya lagi sendiri. Kata individualism sendiri bisa disalahpahami, menjadi right to have rights. Bersamaan dengan itu, perempaun juga mengkonstruksi dirinya, sensualitasnya, dst.
- Timbul ide tentang SUBJEK. Sebelumnya kita berfikir subjek ada dalam knflik sosial, konflik kelas.
- Kita menuju value judgement. Menuju subjectivation.
- Kita sedang beralih dari bahwa sosiologi = studi tentang sistem sosial dan fungsinya, menuju ke SUBJEK (= tentang perjuangan subjek) Kita beralih dari kuantitatif ke kualitatif. Subjek tak lagi sebagai korban, tapi aktor.
- Kita semakin berada dalam satu komunitas.
- Pada intinya, Touraine = sosiologi subjek vs sosiologi konflik
Part I (Blind Society):
- kita pada kondisi aktor tak sepenuhnya ter subordinate, tapi juga tak bisa dipengaruhi sepenuhnya. Kita mesti membaca ulang masa lalu. Kita lepas dari norma2 dan prinsip2 besar (subjectivation), kita perlu melakukan analisis orisinil tentang berfikir, bertindak dan berkata2.
- Sulit untuk menganalisis masyarakat, aktor sosial, gerakan koloektif dalam frame imperium dominasi Eropa.
- DID = sudah tak cukup lagi. Ia mencakup semua kehidupan sosial dan pengalaman individual. Diakitkan dengan power ekonomi dan politik. Berada pada wacana dominan ideologi. Ia terbukti tidak berguna untuk menganalisa perkembangan politik dan masyaakat Perancis.
- DID berisi kenyataan sejarah yang selalu berubah, khususnya yang memiliki efek dominan. Di AS misalnya yg dominan adalah teori fungsionalisme Parson, di Perancis adalah Marx. Ini dihidupkan oleh guru, jurnalis, bahkan politisi. Kalangan elit lah yg menyusun DID. DID berdampak negatif, yaitu menghalangi pandangan yang berbeda tumbuh. Penjelasan objektif tentang perilaku sosial tidak diterima dalam padangan ini.
- DID tidak bisa ditolak, terutama kekuatan pengaruhnya.
- Kehidupan sosial = merupakan sebuah konstruksi, sebuah diskursus.
- Adanya relasi kuat DID dan kelas sosial.
- Buku Touraine ini memperlihatkan efek negatif dari DID, sehingga DID harus dibuang. Namun, bagaimana melakukan observasi dengan pendekatan baru?
The Subjek:
- Relasi-relasi terus berubah. Yang terjadi sekarang begitu berbeda. Kita telah hidup dalam dominansi. Saat ini kita dalam dualisme (double being).
- Relasi-relasi lebih pendting dari posisi. Contoh: kita menjelaskan perilaku beragama seseorang melalui relasi2 nya dalam masyarakat.
- Perilaku individu dan kelompok dibentuk oleh situasi antara riel individu dan ego idealnya. Relasi antara social being dan de jure being.
- Manusia membentuk self-image dan self-consciousness nya. Tujuannya agar manusia bisa menyebut “I” dan “We”.
- Yang pokok tentang subjek = kesadaran. Self image yang berimplikasi pada kemampuan membuat penilaian moral ttg perilakunya. Kemampuan untuk berfikir tentang dirinya sendiri secara benar.
- Tiga elemen individuasi (= menuju subjektivasi) adalah =
1. menciptakan ekpresi simbolik
2. sadar bahwa tubuh semata-mata milik sosial
3. memisahkan antara individu dan masyarakat.
- Subjek adalah aktor yang memiliki self reflexivity. Subjek yg didefinisikan dalam atribut sosial tentang what he is, dalam konteks sebagai seorang pekerja misanya, sebagai warga negara, atau sebagai penganut agama tertentu. Subjek adalah concrete rrality, realitas yang sesungguhnya.
- Modernitas tidak nenghancurkan subjek, tapi subjek menginternalisasi modernitas ke dalam dirinya. Subjek hadir dalam situasi apapun, dalam kehidupan private maupun publik.
- Ada relasi yang alamiah antara kondisi ekonomi/politi dengan kesadaran pria dan wanita. Mereka tak hanya aktor, tapi ”orang biasa” yang mengalami suatu situasi denga mengadaptasinya, dan melindungi keinginan personalnya. Kita tak akan menemukan apa yang ingin kita cari, kecuali hanya jika peneliti menlakukan intervensi dan menciptakan suatu hubungan yang tak biasa dan cukup dekat dengan objek. Tidak mudah menemukan si SUBJEK. Ia begitu kreatif dan berjarak, ia ada di individu atau kelompok.
- Kehadiran subjek dalma alam modern begitu nyata, dapat dirasakan. Namun tak mudah. Modernitas mengarahkan kita untuk melakukan pemaknaan ulang tentang religi, moral, politik, dan gerakan sosial. Tak satupun dari semua itu sebagai subjek. Namun, itu semua merepresentasikan figures of the subject (hal. 138).
- Wanita sebagai subjek. Lama sekali wanita telah ditolak sebagai sebuah subjek. Hak-hak politiknya tidak diakui masyarakat.
- Subjek relatif serupa dengan individual ego.
- Subjek semakin jelas semakin mewujud sebagai kekuatan untuk pembebasan.
- Subjek = not one individual, the subject is present in individuals and groups that are aware that they belong to a people, a culture and a history. (hal 145)
Conflict and movement:
- Touraine membuat perbedaan secara jelas antara DID dengan idenya sendiri (ttg kehadiran fenomena subjektifasi).
- Pada hakekatnya, konflik adalah jantung kehidupan. Tak berguna lagi berpandangan bahwa masyarakat adalah sesuatu yg terintegrasi. Konflik merupakan elemen sentral mulai dari dalam keluarga sampai ke level negara. Ide ttg konflik sosial lebih besar dari ide masyarakat industrial, karena ia mencakup sekaligus kehidupan sosial dan politik. Semua individu dan kelompok mendapatkan diri mereka dalam relasi power dan dominasi, meskipun dalam berbagai variasi.
- Social movement = the actors who bring it to life and who want change the way society’s main resources are used (hal 151).
- Kita perlu memberi makna baru apa yg dimaksud dengan social action, termasuk new social movement. Modernisasi di Eropa = bagaimana negara memainkan peran sentral dalam konflik kelas. Namun, kita akan lebih tepat membicarakan cultural movement dibandingkan social movement. Kita masih terperangkap pada visi vertikal dalam kerangkeng sejarah politik dan sosial. Kita mesti menemukan view baru. Tidak lagi tentang kapitalisme tapi lebih ke peningkatan yg semakin cepat pada perubahan sosial dan inovasi.
- Fokus kita yg selama ini keliru bahwa hanya ada konflik dimana-mana mesti dirubah. Mestinya kita melihat social dan cultural movement dimana-mana, bukan konflik.
- Aliansi antara masyarakat dan kultur nya telah digantikan oleh perpecahan antara teknologi dan bentuk2 nya, dan antara massa dan pemikirannya (?) (hal 164).
Subjek, other, dan others:
- Individu tidak hidup sendiri. Ada orang lain. Terbentuknya human beings karena berinteraksi dengan orang lain. The other = adalah orang yg dirasakan dan dipahami sebagai orang lain yg bertindak sebagai subjek dan yang diposisikan sebagai orang lain.
- Si subjek hidup dan berada dalam the other. (seseroang disebut sebagai seorang dalam konteks relasi nya dengan orang lain. Yang penting disini relasi).
- Khususnya untuk perempuan. Ini menjadi semakin penting dianalisis. Kondisi yang semakin khas saat ini, membutuhkan pendekatan yang semestinya juga khas untuk menelaah perempuan. ******