Senin, 30 Mei 2011

Masa Depan Sosiologi Pengetahuan sebagai Analisis Discourse

(Tim Dant bab 12)

Khusus pada Bab 12, Dant memaparkan narasinya tentang bagaimana masa depan sosiologi pengetahuan dalam konteks sebagai analisa diskursus. Pemaparannya dimulai dari keterbatasan humanisme (meskipun mampu melahirkan science), momen refleksif, overview tentang isi buku, serta diakhiri dengan pandangann tentang masa depan permasalahan ini.
Dalam keseluruhan bukunya, Dant menjelaskan apa dan bagaimana tiga objek (pengetahuan, ideologi dan diskursus) saling berrelasi. Ketiganya melekat pada sistem sosial dan merupakan sesuatu yang socially constructed. Pengetahuan misalnya, dikonstruksi dalam berbagai kekuatan berupa kekuasaan, individual, sosialisasi, kultur, bahasa, dan struktur sosial. Begitu banyak kekuatan yang ikut membentuknya. Dalam sosiologi pengetahuan, ia diposisikan objek sekaligus produk dari sistem sosial. Sementara, teori diskursus meyakini bahwa dalam segala aktivitas keseharian manusia, struktur kekuasaan juga berperan saat kita berbicara dan dan berbahasa. Dengan mengamati bagaimana orang berbahasa, kita bisa mengindikasikan bagaimana struktur kekuasaan berkerja pada dirinya.

Karena analisa diskursus hanya membatasi pada bahasa, atau tepatnya sesuatu yang visual dalam berbahasa (yaitu berbicara, teks, dan lain-lain), maka sesungguhnya ia menyempitkan pandangannya. Pengetahuan manusia jauh lebih luas dari itu. Memperlajari pengetahuan manusia hanya dari analisa diskursus, tidak akan menemukan keseluruhan kompleksitas pengetahuan tersebut. Apalagi, apa yang disebut dengan “sosiologi pengetahuan” itu sendiri, juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut datang dari paradigma humanismenya, serta konteks kultural (Eropa Barat) tempat ia tumbuh dan berkembang dan kurang memberikan perhatian pada keragaman dunia lain.

Analisa pengetahuan sebagai Ideological Discourse

Dant menjelaskan bagaimana menganalisa pengetahuan sebagai ideological discourse di Bab 11 dan juga 12. Perlu diingat pula bahwa pengetahuan di sisi lain juga berpraktek sebagai wacana ideologi. Dalam berkomunikasi, selain dapat dilakukan analisa diskursus, juga ada ideologi terlihat di dalamnya.

Diskursus merupakan fenomena sosial, dimana pengetahuan dapat dibagi dan dimiliki bersama. Dalam proses diskursus dijumpai adanya dampak ideologis. Diskursus hanya mampu melihat sebagian dari kompleks pengetahuan suatu masyarakat, yaitu hanya dari bahasa. Diskursus tidak pernah melihat misalnya musik dan tari, yang sesungguhnya merupakan bagian dari pengetahuan masyarakat bersangkutan.

Walaupun sulit menghindari efek ideologi, namun ada cara untuk mengidentifikasi perspektif pengetahuan dan menghubungkannya dengan konteks pengucapannya sebagai diskursus. Ada relasi antara isi pengetahuan dan konteks sosialnya (relationism). Jika isi pengetahuan diperlakukan seperti dalam diskursus maka hubungan antara pengetahuan dan konteksnya dapat dianalisis dengan mempelajari diskursus.
Pada hakekatnya, penjelasan dalam diskursus bukan hanya penjelasan mengenai dunia tetapi juga praktik manusia yang membentuk dunia tersebut. Diskursus merefleksikan sisi statis dan dinamis sistem sosial yang membentuknya. Dalam diskursus terjadi tranformasi makna antar orang dan kelompok orang.

Ada otoritas dalam pembentukan dan pendistribusian makna, dimana struktur kekuasaan menjadi latar di belakangnya. Karena itulah, dengan melakukan analisa diskursus, sesungguhnya kita bisa menemukan ideologi di dalamnya. Ideologi merupakan hal yang melekat dalam setiap berbagai aktivitas, termasuk aktivitas berkomunikasi.


Lingkup penjelasan Dant tentang Sosiologi Pengetahuan Masyarakat

Dant menyebutkan bahwa, pengembangan ilmu (science) sebagai realitas empiris dimungkinkan setelah “matinya agama”. Meskipun demikian, bahaya lain pun muncul, dimana terjadi keseragaman dalam etika model universal tentang kebebasan, sebagaimana diyakini oleh Mannheim dan Foucault. Mestinya, kebebasan tak sekadar opsi “kiri, tengah, dan kanan”; andai saja mampu diungkap berbagai bentuk rahasia-rahasia dan bentuk-bentuk kebebasan. Penggalian kekayaan ide manusia dikhawatirkan akan menjadi lebih sempit, sehingga terlihat menjadi seragam dan universal. “Putih, barat, dan Eropa Barat” semakin mendominasi. Mereka merasa merekalah yang paling berhak menjelaskan apa yang dipahami sebagai “manusia” (man).

Dant menyebutkan bahwa sosiologi pengetahuan yang berkembang kurang memberi perhatian pada aspek Tuhan dan Timur (Orient). Ia tak bisa menerangkan masyarakat dimana eksis berbagai hal yaitu cultural discourse, serta agama yang diadopsi dalam masyarakat. Hal ini menghasilkan moralitas tertentu. Bahwa agama di wilayah non-Eropa Barat memberi pengaruh pada pengetahuan masyarakat, tidak mampu dilihat oleh sosiologi pengetahuan.
Pengetahuan yang religius (religious knowledge) bukan objek dari sosiologi pengetahuan. Mereka beralasan, jika semua karena semua Tuhan, maka determinisme sosialnya tidak akan lagi tampak. Ini harus dihindari karena ia bukan objek yang bisa diperdebatkan dan dikritik, karena sifat transedentalnya. Jika semua aktivitas dimaknai sebagai aktivitas religi, maka akan menimbulkan bias dan mis-informasi. Pada intinya, sosiologi pengetahuan melahirkan human sciences, namun secara bersamaan mematikan perspektif religius manusia. Ia tidak melihat manusia secara utuh.

Terbukti bahwa sosiologi pengetahuan bukan jalan menuju kebenaran yang sempurna dan ia kurang mampu menghasilkan pengetahuan yang lebih baik. Pandangan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh sosiologi pengetahuan hanyalah salah suatu saja dari banyak perspektif lain. Karena itulah, bagi ahli yang melihat sosiologi pengetahuan dari perpekstif lain, yang lebih transendental atau epistemologis, sosiologi pengetahuan terlihat sebagai kritik yang tidak konstruktif.

Di sisi lain, perhatian pada masalah diskursus sangat penting untuk sosiologi pengetahuan, namun membawa konsekuensi tersendiri. Diskursus mengobservasi bentuk-bentuk visual materil dari interaksi sosial yang sesungguhnya memiliki dinamika dan konteks sosial yang jauh lebih besar daripada situasi langsung tersebut.

Masa depan Sosiologi Pengetahuan

Tentang masa depan sosiologi pengetahuan, menurut Dant, sosiologi pengetahuan bisa memberikan perbaikan terhadap struktur institusi yang memproduksi pengetahuan. Dant mengutip berbagai pandangan dalam menyusun persepsinya tentang masa depan sosiologi pengatahuan. Dari kalangan strukturalis tumbuh pandangan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang dikonstruksi. Dari Mannheim, ia menganalisa pengetahuan sebagai objek ilmiah dengan metode diskursus.

Dari pendekatan linguistik, disumbangkan peran kontek sosial dari diskursus dan peran bahasa terhadap pembentukan ideologi. Meskipun diskursus juga bukan merupakan truth, namun ia merupakan cara menjelaskan dunia yang memungkinkan kelompok-kelompok manusia saling berbagi.

Buku Dant tidak hanya bicara tentang proses pengetahuan, tapi juga tentang klaim pengetahuan. Pengetahuan terbentuk dalam garis-garis kekuasaan (lines of power). Buku ini juga telah membahas pertukaran makna di level ide dan konsep, juga level pertukaran antar tema pengetahuan. Ideologi dan diskursus menyediakan diri sebagai teks. Diskursus hanya melihat ketika pengetahuan muncul dalam bahasa, sedangkan bentuk-bentuk lain diabaikan.
Sosiologi pengetahuan juga banyak mengalami kehilangan. Menurut Alfed Weber, epistemologinya tidak sistematis, dan debat tentang konsep sosiologi pengetahuan itu sendiri pun belum tuntas. Debat bahwa ideologi merupakan false knowledge, dan science sebagai true knowledge juga tidak berlanjut.

Kalangan strukturalisme mengangkat berbagai kontradiksi antara mitos, ideologi dan pengetahuan dengan penggunaan di masyarakat. Ia melihat bagaimana peran penting mitos, meskipun ia juga bukan tergolong sebagai “true knowledge”.
Kedepan diharapkan sosiologi pengetahuan dapat mengembangkan pluralitas klaim pengetahuan. Untuk itu, penelitian empiris sosiologi pengetahuan perlu dikombinasikan dengan studi tentang religi, seni, keterampilan, musik, dan lain-lain. Tambahan lain, selain melihat apa yang visual melalui analisa diskursus, juga harus dipelajari apa fakta di belakang yang melahirkannya. Hanya dengan pendekatan inilah sosiologi pengetahuan akan dapat memberikan sumbangan yang lebih besar. Ini penting karena secara substantif, “pengetahuan” dalam arti bagaimana dimiliki, dibentuk, dan didistribusikan dan berperan dalam masyakat; merupakan hal yang selalu eksis dalam banyak disiplin ilmu sosial.

Pustaka:
Dant, Tim. 1991. Knowledge, Ideology, and Discourse: a Sociological Perspective. London: Routledge.