Kamis, 05 Mei 2011

Luce Irigaray, dan Basis Emansipasi Perempuan

Luce Irigaray (1932-…) feminis Perancis. Pembawa gerakan feminisme generasi kedua yang tidak sekadar mempertanyakan ketidaksetaraan sosial yang dialami keum perempuan, melainkan mengamati struktur ideologis yang sudah tertanam lama dan membuat perempuan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan laki-laki.
Keunikannya: bukanlah menuntut kesetaraan, melainkan dengan membangun budaya perempuan-lelaki yang menghargai perbedaan antara kedua jenis kelamin. Emansipasi perempuan hanya bisa diwujudkan dengan suatu “teori tentang gender yang berlandaskan jenis kelamin dan penulisan kembali kewajiban dan hak setiap jenis kelamin, sebagai dua unsur yang berbeda dalam kewajiban dan hak sosial”.

- Irigaray = ahli linguistik, filsuf. Menggunakan psikoanalisis dalam kajian filsafat dan pengandaian-pengadaian teoritiknya, terutama guna menyingkap sistem-sistem patriarkal yang membelenggu dan membungkam suara kaum perempuan. Dalam karyanya Speculum of the Other Woman, Irigaray berusaha mengembangkan tulisan yang khas feminis yang menyerang mitos dan hegemoni pemikiran kaum lelaki yang hadir dalam tradisi filosofis Barat dan disiplin kajian psikoanalisis, yang telah berperan besar terhadap pembungkaman suara kaum perempuan. Luce Irigaray mengritik rasio pencerahan. Menurutnya rasionalitas pencerahan tidak berlaku bagi perempuan karena ia meremehkan elemen-elemen non-rasional dalam pikiran manusia, demikian juga kehendaknya untuk berkuasa, mengontrol, memanipulasi dan menghancurkan atas nama yang rasional itu. Cara berpikir Pencerahan bersifat khas laki-laki. Kritik terhadap rasionalitas yang bersifat laki-laki ini, bagi Irigaray, sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengunggulkan irasionalitas perempuan, melainkan bahwa rasionalitas itu memiliki struktur tertentu, yakni prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi (A adalah A, A bukan B) yang menyingkirkan ambiguitas dan ambivalensi, dan binerisme (oposisi alam/rasio, subjek/objek)

Jika rasio pencerahan mendapat kritik yang mendasar, Irigaray lebih jauh berusaha membongkar dasar hegemoni patriarki yang terbangun dalam tradisi budaya Barat beserta mitos-mitos yang berdiri di belakangnya. Untuk tujuan ini Irigaray berhutang budi pada konsep seksualitas Freud yang menyatakan bahwa dorongan seksualitaslah yang mempengaruhi kehidupan intelektual dan kultural manusia.

Irigaray menulis: “Perbedaan seksual bukan sekadar data alami, ekstra bahasa. Perbedaan itu mempengaruhi bahasa dan bahasa mempengaruhnya….. perbedaan itu terletak di pertemuan alam dan kebudayaan. Namun peradaban patriarkal menurunkan nilai feminin sedemikian rupa sehingga realitas dan deskripsinya tentang dunia keliru. Maka alih-alih tetap merupakan gender yang berbeda, dalam bahasa kita feminin menjadi bukan-maskulin, artinya suatu realitas abstrak yang tidak hadir.” *******